Senyum tak mampir di wajah pria muda itu. Menggunakan kamera beresolusi rendah dari dekat, mungkin webcam, foto bule kriwil itu mengundang tanya. Benarkah dia Mark Zuckerberg, pendiri situs jejaring sosial Facebook yang tersohor sejagat itu? Ngapain dia di Google+, situs pesaing yang baru diluncurkan 28 Juni lalu?
Profilnya hanya memuat keterangan secuil: pria, tempat tinggal di Palo Alto, California, Amerika Serikat, dan menyatakan “I Make Things”. Blogger teknologi asal Amerika, Robert Scoble, memastikan akun itu asli, tak seperti enam akun serupa, setelah menerima pesan pendek dari pemiliknya. “Kenapa sih orang-orang segitu kagetnya kalau aku punya akun Google?” kata Zuckerberg kepada Scoble, seperti dikutip situs TechCrunch. Dia lalu mengganti foto cemberutnya, yang menyiratkan kedongkolan terhadap tuan rumah, dengan pose tersenyum.
Tak ada yang tahu apa yang dia perbuat di sana, selain memasukkan rekan-rekannya, termasuk petinggi Facebook, dalam lingkaran pertemanan. Yang jelas, Zuckerberg, 27 tahun, sudah melihat Google+, pesaing yang digadang-gadang bisa meruntuhkan dominasi situs ciptaannya.
Persaingan dua raksasa dunia maya itu membesut perhatian sejagat. Maklum, keduanya merupakan situs yang paling banyak dikunjungi orang di kolong langit. Situs pemeringkat Alexa mencatat 50 persen dari total dua miliar pengguna Internet dunia mengandalkan Google. Sedangkan Facebook membesut perhatian 43 persennya. Artinya, satu dari dua pengguna pasti mengunjungi dua situs ini saban terkoneksi ke Internet.
Google+, si anak baru, langsung jadi buah bibir sejak hari pertama peluncuran. Situs jejaring sosial ini memiliki beberapa kelebihan dibanding pendahulunya. Keunggulan pertama adalah circle, yang memungkinkan teman dibagi dalam kelompok-kelompok. Namanya terserah kita, mulai “Kenalan Biasa” sampai “Gerombolan Hura-hura”. Ini kebalikan dari Facebook dan Twitter, yang menganggap pertemanan sebagai hal yang universal. Kabar, yang di sini disebut Stream, mirip News Feed di Facebook, bisa disebar sesuai dengan kelompok yang kita inginkan, sehingga privasi lebih terjaga.
“Sebab, tidak semua hubungan sama,” ujar Vic Gundotra, engineer senior Google. Menurut dia, Facebook menuai banyak kritik karena menyamaratakan teman. “Banyak pengguna yang tak ingin statusnya terlihat oleh beberapa pengguna lain dalam jaringannya,” katanya.
Rafe Needleman, editor CNET, situs teknologi di Amerika Serikat, mengatakan lingkaran-lingkaran itulah yang jadi kekuatan utama Google+. “Kita tidak akan kebanjiran kabar dari teman jika tak ingin mengikuti perkembangannya,” katanya. Pengguna cukup mengikuti Stream di circle yang dia inginkan.
Pengguna, meski terpisah jarak ribuan kilometer, bisa nongkrong bareng di Hangout. Fitur ini berupa video chat yang bisa digunakan sampai sepuluh orang. Orang yang berbicara akan nongol di tampilan jendela besar, sementara yang lain manteng di jendela-jendela kecil di bawahnya. “Ini pengalaman ngobrol lewat video yang luar biasa,” ujar Needleman. Pengguna telepon seluler berbasis Android bisa ngobrol bareng di Huddle. Caranya sama dengan Hangout, tinggal drag teman yang hendak diajak diskusi, dilanjutkan dengan obrolan dalam teks. Menyaingi status Like di Facebook, Google+ mengusung “+1” untuk menyatakan rekomendasi sebuah laman di Internet.
Tampilan Google+ sederhana, membuat kita mudah mengotak-atik profil. Misalnya, cukup menarik gambar teman untuk pindah dari circle Rekan Kantor ke Teman Baik. Selanjutnya, kita bisa bergunjing tentang masalah yang dihadapi di kantor, tanpa takut rekan kerja lain tahu.
Situs anyar ini juga memanjakan pengguna narsis yang doyan mengunggah foto. Foto cukup di-drag dari file komputer, langsung masuk ke album foto. Follow-follow-an gaya Twitter juga berlaku. Dengan mengikuti seorang selebritas, kita bisa mendapat kabar terbaru darinya. Lupakan Justin Beiber, Lady Gaga, atau Barack Obama. Akun terpopuler adalah milik Zuckerberg dengan lebih dari 225 ribu pengikut, mengangkangi pendiri Google, Larry Page dan Sergey Brin. Padahal Zuckerberg tak pernah memberi kabar apa pun di profilnya.
Google+ bisa mengubah strategi pemasaran di jejaring sosial. Circle membuat message blast, pengiriman pesan ke semua teman seperti di Facebook, ibarat menembak dengan pelor kosong, walaupun punya ribuan “teman” atau “pengikut”. Sebab, seseorang hanya menerima kabar dari orang yang dia inginkan. Situs PC World mengatakan perusahaan kudu lebih mendekatkan diri ke konsumen, sehingga bisa masuk ke circle yang sering konsumen pantau, misalnya dengan memberi diskon kepada konsumen loyal. Intinya, kualitas jadi lebih penting ketimbang kuantitas hubungan.
Berbagai fitur segar itu mendongkrak popularitas Google+. Dalam tiga pekan, penggunanya meroket jadi 18 juta. “Ini rekor pertumbuhan jejaring sosial tercepat dalam sejarah,” ujar Paul Allen, pendiri situs Ancestry.com.
Sang raja pun terusik. “Pangsa pasar Facebook bisa tergerus,” kata Larry Freed, Presiden ForeSee Result, dalam laporan yang dikirim ke kantor berita IDG News Service, pertengahan pekan lalu. Dia tak asal ngomong. Lembaganya baru meneliti tingkat kepuasan konsumen di Amerika dan hasilnya tingkat kenyamanan pengguna Facebook berada di poin 66, jauh dari angka sempurna 100. Ponten ini di bawah situs media sosial populer lain, seperti Wikipedia, dengan 78 poin, dan YouTube, 74 poin. Google, yang ada di kategori mesin pencari, memimpin dengan nilai tertinggi, 83. Tingkat kepuasan konsumennya naik dari 80 pada tahun lalu.
Freed tidak memasukkan Google+ karena sang penantang masih dalam tahap uji coba. Menurut dia, Facebook jadi raja lantaran minimnya persaingan di pasar jejaring sosial. “Bila ada yang bisa mengguncang takhtanya, itu adalah Google,” katanya.
Juara bertahan memang tak tinggal diam. Sejak dua pekan lalu, pakar-pakar komputer di Palo Alto, California, sibuk memblokir aplikasi-aplikasi pengekspor kontak Facebook ke situs lain, seperti Open-Xchange dan Facebook Friend Finder. “Ini contoh perusahaan yang mengontrol data pribadi Anda untuk keuntungan mereka,” ujar Rafael Laguna, bos Open-Xchange, nyinyir.
Dalam jumpa pers di markas Facebook di Palo Alto dua pekan lalu, Zuckerberg menjawab tantangan itu. Menurut dia, kompetitor memiliki tugas mahasulit: menggaet massa. Tujuh ratus lima puluh juta pengguna Facebook jelas bukan angka kecil. Angka ini lebih besar dari gabungan penduduk Amerika, Indonesia, dan Brasil, tiga negara terpadat dunia di bawah Cina dan India. “Sementara tugas kami cuma perlu terus berinovasi,” katanya seperti dikutip TechCrunch. (tempo)
Profilnya hanya memuat keterangan secuil: pria, tempat tinggal di Palo Alto, California, Amerika Serikat, dan menyatakan “I Make Things”. Blogger teknologi asal Amerika, Robert Scoble, memastikan akun itu asli, tak seperti enam akun serupa, setelah menerima pesan pendek dari pemiliknya. “Kenapa sih orang-orang segitu kagetnya kalau aku punya akun Google?” kata Zuckerberg kepada Scoble, seperti dikutip situs TechCrunch. Dia lalu mengganti foto cemberutnya, yang menyiratkan kedongkolan terhadap tuan rumah, dengan pose tersenyum.
Tak ada yang tahu apa yang dia perbuat di sana, selain memasukkan rekan-rekannya, termasuk petinggi Facebook, dalam lingkaran pertemanan. Yang jelas, Zuckerberg, 27 tahun, sudah melihat Google+, pesaing yang digadang-gadang bisa meruntuhkan dominasi situs ciptaannya.
Persaingan dua raksasa dunia maya itu membesut perhatian sejagat. Maklum, keduanya merupakan situs yang paling banyak dikunjungi orang di kolong langit. Situs pemeringkat Alexa mencatat 50 persen dari total dua miliar pengguna Internet dunia mengandalkan Google. Sedangkan Facebook membesut perhatian 43 persennya. Artinya, satu dari dua pengguna pasti mengunjungi dua situs ini saban terkoneksi ke Internet.
Google+, si anak baru, langsung jadi buah bibir sejak hari pertama peluncuran. Situs jejaring sosial ini memiliki beberapa kelebihan dibanding pendahulunya. Keunggulan pertama adalah circle, yang memungkinkan teman dibagi dalam kelompok-kelompok. Namanya terserah kita, mulai “Kenalan Biasa” sampai “Gerombolan Hura-hura”. Ini kebalikan dari Facebook dan Twitter, yang menganggap pertemanan sebagai hal yang universal. Kabar, yang di sini disebut Stream, mirip News Feed di Facebook, bisa disebar sesuai dengan kelompok yang kita inginkan, sehingga privasi lebih terjaga.
“Sebab, tidak semua hubungan sama,” ujar Vic Gundotra, engineer senior Google. Menurut dia, Facebook menuai banyak kritik karena menyamaratakan teman. “Banyak pengguna yang tak ingin statusnya terlihat oleh beberapa pengguna lain dalam jaringannya,” katanya.
Rafe Needleman, editor CNET, situs teknologi di Amerika Serikat, mengatakan lingkaran-lingkaran itulah yang jadi kekuatan utama Google+. “Kita tidak akan kebanjiran kabar dari teman jika tak ingin mengikuti perkembangannya,” katanya. Pengguna cukup mengikuti Stream di circle yang dia inginkan.
Pengguna, meski terpisah jarak ribuan kilometer, bisa nongkrong bareng di Hangout. Fitur ini berupa video chat yang bisa digunakan sampai sepuluh orang. Orang yang berbicara akan nongol di tampilan jendela besar, sementara yang lain manteng di jendela-jendela kecil di bawahnya. “Ini pengalaman ngobrol lewat video yang luar biasa,” ujar Needleman. Pengguna telepon seluler berbasis Android bisa ngobrol bareng di Huddle. Caranya sama dengan Hangout, tinggal drag teman yang hendak diajak diskusi, dilanjutkan dengan obrolan dalam teks. Menyaingi status Like di Facebook, Google+ mengusung “+1” untuk menyatakan rekomendasi sebuah laman di Internet.
Tampilan Google+ sederhana, membuat kita mudah mengotak-atik profil. Misalnya, cukup menarik gambar teman untuk pindah dari circle Rekan Kantor ke Teman Baik. Selanjutnya, kita bisa bergunjing tentang masalah yang dihadapi di kantor, tanpa takut rekan kerja lain tahu.
Situs anyar ini juga memanjakan pengguna narsis yang doyan mengunggah foto. Foto cukup di-drag dari file komputer, langsung masuk ke album foto. Follow-follow-an gaya Twitter juga berlaku. Dengan mengikuti seorang selebritas, kita bisa mendapat kabar terbaru darinya. Lupakan Justin Beiber, Lady Gaga, atau Barack Obama. Akun terpopuler adalah milik Zuckerberg dengan lebih dari 225 ribu pengikut, mengangkangi pendiri Google, Larry Page dan Sergey Brin. Padahal Zuckerberg tak pernah memberi kabar apa pun di profilnya.
Google+ bisa mengubah strategi pemasaran di jejaring sosial. Circle membuat message blast, pengiriman pesan ke semua teman seperti di Facebook, ibarat menembak dengan pelor kosong, walaupun punya ribuan “teman” atau “pengikut”. Sebab, seseorang hanya menerima kabar dari orang yang dia inginkan. Situs PC World mengatakan perusahaan kudu lebih mendekatkan diri ke konsumen, sehingga bisa masuk ke circle yang sering konsumen pantau, misalnya dengan memberi diskon kepada konsumen loyal. Intinya, kualitas jadi lebih penting ketimbang kuantitas hubungan.
Berbagai fitur segar itu mendongkrak popularitas Google+. Dalam tiga pekan, penggunanya meroket jadi 18 juta. “Ini rekor pertumbuhan jejaring sosial tercepat dalam sejarah,” ujar Paul Allen, pendiri situs Ancestry.com.
Sang raja pun terusik. “Pangsa pasar Facebook bisa tergerus,” kata Larry Freed, Presiden ForeSee Result, dalam laporan yang dikirim ke kantor berita IDG News Service, pertengahan pekan lalu. Dia tak asal ngomong. Lembaganya baru meneliti tingkat kepuasan konsumen di Amerika dan hasilnya tingkat kenyamanan pengguna Facebook berada di poin 66, jauh dari angka sempurna 100. Ponten ini di bawah situs media sosial populer lain, seperti Wikipedia, dengan 78 poin, dan YouTube, 74 poin. Google, yang ada di kategori mesin pencari, memimpin dengan nilai tertinggi, 83. Tingkat kepuasan konsumennya naik dari 80 pada tahun lalu.
Freed tidak memasukkan Google+ karena sang penantang masih dalam tahap uji coba. Menurut dia, Facebook jadi raja lantaran minimnya persaingan di pasar jejaring sosial. “Bila ada yang bisa mengguncang takhtanya, itu adalah Google,” katanya.
Juara bertahan memang tak tinggal diam. Sejak dua pekan lalu, pakar-pakar komputer di Palo Alto, California, sibuk memblokir aplikasi-aplikasi pengekspor kontak Facebook ke situs lain, seperti Open-Xchange dan Facebook Friend Finder. “Ini contoh perusahaan yang mengontrol data pribadi Anda untuk keuntungan mereka,” ujar Rafael Laguna, bos Open-Xchange, nyinyir.
Dalam jumpa pers di markas Facebook di Palo Alto dua pekan lalu, Zuckerberg menjawab tantangan itu. Menurut dia, kompetitor memiliki tugas mahasulit: menggaet massa. Tujuh ratus lima puluh juta pengguna Facebook jelas bukan angka kecil. Angka ini lebih besar dari gabungan penduduk Amerika, Indonesia, dan Brasil, tiga negara terpadat dunia di bawah Cina dan India. “Sementara tugas kami cuma perlu terus berinovasi,” katanya seperti dikutip TechCrunch. (tempo)
0 komentar:
Posting Komentar